MISA IMLEK DI GEREJA PAROKI PRINGSEWU

Tradisi perayaan iman dalam Gereja Katolik memang bisa bertumbuh dari berbagai kebudayaan, salah satunya adalah budaya masyarakat Tionghoa yang merayakan tahun baru Imlek di Paroki Santo Yosef Pringsewu. Dari beberapa kali diadakannya Misa Imlek (3/1), tidak hanya diikuti oleh umat katolik keturunan Tionghoa tetapi perayaan ini sudah menjadi perayaan kebersamaan umat di paroki ini khususnya di Pringsewu. Misa Imlek dipimpin langsung oleh Romo P. Gunawan Setyadi SCJ dan diikuti oleh kurang-lebih limaratusan umat.

Kerukunan umat yang begitu kental, sudah tidak lagi memandang suku apapun dalam larutnya perayaan Imlek sebagai peristiwa iman kali ini. ”Gereja Katolik harus mampu membuka diri, merangkul semua budaya yang dapat digunakan sebagai sarana untuk meluhurkan Allah,” demikian pesan Romo Gunawan SCJ dalam homilinya.
Imlek dalam Inkulturasi (Katolik)
Inkulturasi adalah sebuah istilah yang digunakan di dalam paham Kristiani, terutama dalam Gereja Katolik Roma, yang merujuk pada adaptasi dari ajaran-ajaran Gereja pada saat diajukan pada kebudayaan-kebudayaan non-Kristiani, dan untuk mempengaruhi kebudayaan-kebudayaan tersebut pada evolusi ajaran-ajaran gereja.
Imlek sebagai perayaan budaya Tionghoa, adalah salah satu bentuk inkulturasi dalam Gereja Katolik yang dewasa ini sudah mulai dirayakan sebagai pesta iman. Misa Imlek tidak hanya dirayakan di Gereja Pringsewu, tetapi juga sudah dilakukan dibanyak gereja Katolik di Indonesia.
Latar Belakang
Kehidupan bersama antara paham Kristiani dan kebudayaan lain dimulai semenjak masa kerasulan. Yesus memerintahkan murid-muridnya untuk menyebarkan ajaran-Nya hingga ke ujung bumi (Injil Markus 28:28; 16; 15) sebelum kenaikan-Nya ke surga namun tidak memberi tahu bagaimana caranya. Pidato Santo Paulus kepada orang-orang Yunani di Aeropagus di Athena (Kitab Kisah Para Rasul 17:22-33) bisa dianggap sebagai usaha inkulturasi yang pertama. Pidato itu tidak diterima dengan baik, menurut ayat 32: "Ketika mereka mendengar tentang kebangkitan orang mati, maka ada yang mengejek." Pada atau sekitar tahun 50, para rasul bertemu dalam Konsili Gereja pertama, Konsili Yerusalem, untuk menentukan apakah akan menyertakan orang-orang non-Yahudi dan memadukan kebudayaan orang-orang tersebut. Di Konsili Yerusalem ini diresmikan bahwa orang-orang Yahudi dan non-Yahudi bisa diterima sebagai umat Kristiani.
Konflik-konflik kebudayaan antara umat Kristiani Yahudi dan umat Kristiani non-Yahudi terus berlangsung hingga agama Kristen masuk ke dalam kebudayaan Yunani-Romawi. Inkulturasi yang sama terjadi ketika Kekaisaran Romawi berakhir dan kebudayaan-kebudayaan Jermanik dan Abad Pertengahan menjadi dominan - sebuah proses yang memakan waktu berabad-abad. Para pelaksana pertama dari inkulturasi ini dalam sejarah penyebaran Injil diantaranya adalah Santo Patrick di Irlandia dan Santo Siril dan Metodius bagi orang-orang Slavia di Eropa Timur.

Tidak ada komentar: